Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru dan Keteladanan

Pengaruh Keteladanan terhadap Perkembangan Ahklaq Peserta Didik

 
Pendidik adalah penebar kebaikan, pendidik adalah pengemban amanah, pendidik merupakan rujukan orang yang membutuhkan saran dan inspirasi, pendidik (yang beriman) menempati posisi yang mulia, jauh dari kedudukan orang – orang yang beriman, Alloh SWT berfirman, sebagai berikut:
Artinya:
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat….(Q.S. Al-Mujadalah ayat:11)

pendidik selalu dijadikan motivasi dari ide dan saran serta ilmunya, jika pendidik mampu menjalankan amanah ilmiah yang harus diembannya sebagai pembawa ilmu.
Anak didik merupakan proyek dari para pendidik yang bisa diwarnai dengan berbagai warna dan karakter guna menjalani kehidupan di masa mendatang. Anak didik ibarat kertas putih yang menerima coretan apa saja yang menempel, maka kesuksesan bagi para pendidik, keteladanan adalah seharusnya menghiasai dirinya, yang selalu dipantau anak didik, baik itu yang dhohir atau pun yang hal-hal yang tidak nampak atau bathin. Hal-hal yang bathin barangkali tidak mampu terlihat langsung oleh anak didik, namun dampak dari bathin lebih besar karena hubungan batin antara pendidik dan anak didik tidak terlepas karena jauhnya jarak. Mungkinkah seorang pendidik yang mendambakan kesuksesan anaknya menampilkan hal-hal yang kontradiktif dengan ilmu yang disampaikan?
Sesungguhnya fase kanak-kanak merupakan fase yang paling cocok, paling panjang dan paling penting bagi seorang pendidik menanamkan prinsip-prinsip yang lurus dan pengarahan yang benar ke dalam jiwa dan perilaku anak didiknya. Kesempatan untuk itu terbuka lebar. Segala sarana dan prasarana juga mendukung, mengingat pada fase ini anak-anak masih memiliki fitrah yang suci, jiwa yang bersih, bakat yang jernih dan hati yang belum terkontaminasi debu dan dosa dan kemaksiatan.
Sebagai bagian dari trilogi pendidikan, keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat muslim maupun non-muslim. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama, dimana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya, masa yang paling penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya. 
Mendidik dan mengajar anak termasuk hal-hal yang asasi dan wajib dilaksanakan setiap muslim yang komit kepada agama yang hanif (lurus). Mendidik dan mengajar anak merupakan perintah dari Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Alloh SWT berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6, adalah sebagai berikut:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim:6).

 Saat ini anak-anak mengalami krisis keteladanan, baik di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan dimana anak-anak tersebut bersosialisai dengan teman-temannya, di sisi lain tidak banyak media masa yang mengangkat tema tokoh-tokoh teladan bagi anak-anak. Tayangan-tayangan televisi misalnya, di dominasi acara hiburan dalam berbagai variasinya, acara sinetron atau infotainment tidak lagi diharapkan memberikan contoh kehidupan Islami pada anak. Sementara itu porsi penanaman akhlaq mulia melalui contoh pribadi teladan pada pelajaran-pelajaran ke-Islaman di sekolah juga masih rendah. 
Di suatu sisi dunia pendidikan Nasional sedang dihadapkan pada masalah yang sangat mendasar. Guru atau pendidik dituntut untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar menjadi wahana untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
 Dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya memiliki kecerdasan berfikir dan kemampuan intelektual saja, tetapi juga harus disertai dengan kesehatan mental dan budi pekerti yang luhur atau akhlaq yang mulia. Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa upaya untuk meningkatkan kecerdasan berfikir, membangun mental, budi pekerti atau akhlaq mulia adalah tugas dunia pendidikan atau secara khusus tugas sekolah.
 Dewasa ini keberadaan sekolah benar-benar sangat diperlukan, karena sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses belajar mengajar untuk membimbing, mendidik, melatih, dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia sebagaiman tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3: ... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU Sisdiknas, 2003:7).
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya tidak sedikit anak didik atau pelajar yang kerap kali menunjukan perilaku yang tidak terpuji dalam kesehariannya. Kita sering mendengar banyaknya kasus antar pelajar, ketelibatan penggunaan obat-obat terlarang ataupun sex bebas dikalangan pelajar, terutama di kota-kota besar. Kenyataan ini menunjukan bahwa pembinaan perilaku atau akhlaq tidaklah mudah dilakukan dan harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Dilingkungan sekolah guru memegang peranana penting dalam proses pembentukan dan perkembangan akhlaq peserta didik. Sebagai pendidik guru tidak hanya bertugas menyampaikan mata palajaran tertentu saja, tetapi juga dituntut untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan teladan yang terpuji sehingga dapat membantu menumbuhkan perilaku yang baik serta akhlaq mulia pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Guru pada idelalnya harus dijadikan idola dan dihormati oleh peserta didik, berdisiplin dan menanamkan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi perkembangan kejiwaan siswanya. Perilaku guru akan memberikan warna dan corak tersendiri terhadap watak peserta didik di kemudian hari. Contoh teladan yang ditunjukan oleh guru akan lebih mudah melekat dalam perilaku siswa dibandingkan dengan pembelajaran secara verbal. Jadi guru harus memiliki akhlaq baik dan menunjukan sikap disiplin yang tinggi agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya, sehingga proses pendidikan yang dilaksanakan dapat berhasil sesuai dengan tujuannya.
Namun demikian, kita tidak dapat menafikan bahwa masih ada guru yang tidak ambil peduli terhadap keharusan-keharusan tersebut, karena mereka tidak memahami dengan baik tugasnya sebagai pendidik. Sebagai contoh, ada guru yang menekankan anak didiknya supaya melaksanakan suatu amal perbuatan tertentu tetapi guru yang mengajarkannya tidak memberikan contoh teladan perbuatan yang sesuai dengan apa yang diajarkannya, ada juga guru yang beranggapan bahwa jika proses pembelajaran di kelas telah selesai, maka selesai pula tugasnya, bahkan tidak jarang pula meraka mengabaikan tugasnya untuk mengajar, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut antara lain: banyak yang menjadi guru karena motif ekonomi, yang diperlukannya adalah upah dari mengajar, kadang tidak ikhlas dengan gaji yang diterimanya, sehingga berusaha mencari tambahan dan mengorbankan tugas utamanya sebagi pendidik, dan tidak mau tahu dengan tujuan pendidikan sebenarnya, kemudian banyak guru yang mempunyai latar belakang pendidikannya diluar jalur keguruan, yang menyebabkan kurang faham dengan etika keguruan, selanjutnya rendahnya sikap disiplin pribadi guru, kurangnya semangat dan rasa tanggungjawab untuk melaksanakan tugas, tidak adanya kecintaan terhadap pekerjaan sebagai pendidik dan masih adanya anggapan bahwa bagi anak sekolah dasar telah cukup dengan hanya mengajarkannya membaca, menulis dan berhitung saja, tanpa memperhitungkan dari segi perkembangan mental, akhlaq dan berbudi pekerti yang luhur.

Daftar Pustaka: 
Dr. E. mulyasa, M.Pd, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosda, Bandung, 2005
Prof.Dr.Ir.Andi Hakim Nasution dkk, Pendidikan Agama dan Akhlaq bagi anak dan Remaja, PT. LogosWacana Ilmu, ciputat, 2001